Minggu, 21 Maret 2010

Lapuk

Waktu yang sudah berganti bagi saya
tahun yang terasa seperti bulan
bulan yang berubah menjadi minggu
dan minggu yang berjalan layaknya hari

Tak ada perubahan, tak ada kemajuan
yang ada hanya mulut yang melebar panjang
muka yang menua bagai arang
perut yang membuncit seperti babi

Apalagi menurut kalian ?!
saya tahu, saya seperti katak dalam tempurung
berputar-putar, melompat-lompat
dan akhirnya kembali terjatuh, sialan.

Jawaban Sebelum Pertanyaan : Edisi Kebebasan

Hari ini sebenarnya sering terjadi, hari yang stucked, stunned. Bedanya hari ini saya berhasrat untuk menulis, entah menulis apa, terlalu banyak masalah saya yang ingin saya tulis, entah bernada curhat atau apapun.
Winamp di pc yang saya set shuffle, tiba-tiba mengumandangkan lagu milik The Beatles "Free As A Bird", saya tersentak issue tentang kebebasan sangat dekat sekali sekarang dengan saya, malahan hal ini yang menjadi hal yang saya idam-idamkan belakangan ini, maka saya membuka aplikasi notepad, menulislah saya tentang "kebebasan" ini.

Beberapa definisi kebebasan menurut orang sekitar saya, atau lebih tepatnya kebebasan di kehidupan mereka.
Buat adik saya,
"Kebebasan buat bermain sepuasnya, bisa main ps seharian, gak dimarahi oleh mama."

Buat tukang nasi goreng dekat rumah,
"Kebebasan buat mencukupi kehidupan anak-anak saya, istri saya, gak harus kedinginan berjualan sampai larut malam."

Buat preman sekitar rumah saya,
"Kebebasan buat malakin orang tanpa takut digebukin oleh warga sekitar, dan kebebasan untuk mabok tanpa harus ngeluarin duit buat beli minumannya. (what an idiot!)."

Buat salah satu teman saya yang kuliah,
"Kebebasan buat gak bikin skripsi, gak harus sidang, tapi tiba-tiba lulus dan punya gelar(haha. Proses woy!)."

Buat waria di dekat rumah saya,
"Kebebasan mencari pelanggan tanpa harus marathon dengan satpol pp yang getol nguber-nguber mulu."

Buat tetangga saya,
"Kebebasan bertetangga tanpa harus ada embel-embel digosipin oleh tetangga yang lain."

Buat 5 ekor kucing dirumah saya,
"Kebebasan makan yang enak dengan tidur yang nyenyak."

Buat Ayah saya,
"Kebebasan finasial, kebebasan menyekolahkan anak-anaknya tanpa harus terganggu dengan iuran-iuran yang membengkak."

Buat Ibunda tercinta saya,
"Kebebasan untuk tinggal mengurus urusan rumah saja, dan mendidik anak-anaknya tanpa harus direpoti dengan masalah yang dikasih oleh ayah saya."

Buat seorang Yanuar Kapriradela,
"Kebebasan tanpa harus memikirkan bagaimana caranya mendatangkan uang, kebebasan untuk ikhlas menghadapi masa depan yang apa adanya."

Kebebasan.
Kita memang tidak tahu takaran kebebasan itu sejauh mana?!
Kebebasan yang absolute itu bagaimana?!
Kebebasan yang bukan berarti bebas sebebas-bebasnya, kebebasan yang sederhana yang berkorelasi dengan kehidupan pribadinya sendiri, tidak perlu suatu kebebasan yang berlebihan tapi tidak guna, dalam artian kebebasan yang menghindarkan dari kewajiban sebagai makhluk beradab, as a HUMAN BEING.
Saya memandang suatu kebebasan itu, sesuatu hal yang "mahal".
Saya cukup simple memandang kebebasan dengan kedua mata saya, pembebasan pikiran. Rumit sih sebenarnya, tapi korelasi antara kebebasan dan masalah sepertinya erat sekali, ibarat penyakit dan obat, yang satu menyakitkan yang satu menyembuhkan.
Faktor masalah seringkali menjadi dasar pemikiran manusia disekitar kita menginginkan atau hanya memimpikan kebebasan itu, tanpa ragu pikiran tentang kebebasan itu kadangkala menjadi stimulus pelarian dari rutinitasnya yang berlabelkan manusia, ya, manusia berarti sumurnya masalah.
Dalam artian mata, telinga, dan otak menjadi satu kesatuan, satu kesatuan yang mengikat dan menyaring masalah itu sendiri, masalah itu bertebaran dimana-mana ibarat udara yang berseliweran. Kadang ada yang masuk lewat mata atau telinga lalu mengendap di otak, atau yang hanya lewat saja, relatif.

Beberapa fenomena-fenomena di atas tentang kebebasan menurut mereka adalah contoh kongkrit tentang kebebasan yang paling mereka butuhkan, relatif memang, tapi itu bermakna buat pribadi mereka masing-masing.
Kita tidak perlu menjadi hakim sosial atas permasalahan yang terjadi di hidup mereka yang mungkin bagi kita terlalu diada-ada atau terlalu ringan atau terlalu blablabla atau terlalu cemen.
Samar sepertinya esensi dari freedom ini, tapi bermakna tinggi.
Saya disini pun bertindak bukan sebagai hakim sosial orang-orang disekitar saya, saya hanya berperan sebagai pemerhati, mengangkat issue yang sepertinya menjadi barang mewah akhir-akhir ini, dengan kata lain hal yang sukar untuk dinikmati lagi.

Kalian pikirkan lagi sekarang, apakah kalian sudah mendapatkan kebebasan menurut definisi kalian sendiri, dan apakah kalian sudah mendapatkan kebebasan itu dengan cukup?!
Jangan sekedar jadi robot di episode kehidupan kalian sendiri, kalian tidak diprogram, kalian tidak dipasangi chips yang memaksa kalian untuk menuruti perintah, kalian itu makhluk bebas sama seperti saya.
Makhluk yang berhak mendapatkan kebebasan, beri satu atau dua jam untuk bisa menikmati kebebasan itu, bebas seperti burung.
Nikmati udara yang gratis ini walaupun tidak bersih, nikmati matahari ini yang makin lama makin menyengat, nikmati pantai-pantai yang indah, tidakkah kalian menikmati ketika bulir-bulir pasir memenuhi sela-sela jari kaki?, nikmati pegunungan yang menantang untuk dijelajahi.


"Free as a bird,
It's the next best thing to be.
Free as a bird.
Home, home and dry,
Like a homing bird I'll fly
As a bird on wings.
Whatever happened to
The life that we once knew?
Can we really live without each other?
Where did we lose the touch
That seemed to mean so much?
It always made me feel so... "
The Beatles - Free As A Bird

Beginilah Nasib Si Miskin

Saya memandangi paras muka saya terpantul di kaca sebuah mobil sedan di depan saya, kaca itu berwarna hitam pekat, tidak terlihat sosok manusia yang mengendarainya, saya tidak peduli, saya terus saja bernyanyi dengan nada yang saya buat seriang mungkin, dengan tempo yang acak-acakan dan suara saya yang sedikit parau, saya pikir saya bukan bernyanyi tetapi berkoak-koak mirip seperti burung gagak, dengan dibantu sedikit alunan musik dari tamborin yang saya buat dari besi tutup botol minuman, dan sebatang kayu, saya bernyanyi lagu-lagu masa kini yang diajarkan oleh teman saya, tidak gratis, saya harus membayar untuk sebuah lagu baru, semakin saya beserta teman-teman yang lain menyanyikan lagu-lagu yang paling baru, semakin banyak pula orang-orang yang memberi kita uang barang hanya receh sekalipun, adil, cukup adil menurut saya. Mobil dengan kaca pekat ini tidak membuka membuka, padahal saya sudah memberi bonus sebuah joged, jarang-jarang saya memberi bonus seperti ini, lampu rambu yang awalnya merah sekarang berubah menjadi hijau, mobil itu melesat tanpa memberi saya receh, setan saya pikir, saya tidak mau berteriak mengumpat pada mobil itu, saya harus menghemat tenaga suara saya untuk bernyanyi di lampu merah berikutnya, saya berjalan ke sisi jalan, keringat terus mengucur di sekujur tubuh dan muka saya, kulit yang sudah sangat terbakar matahari, hitam ditambah dengan noda tanah yang sudah melekat beberapa hari ditubuh saya, lalu saya berpikir kapan terakhir kali saya mandi, saya tidak ingat, tempat saya mandi biasanya, sudah tidak ada airnya lagi, jangan berpikiran itu sebuah kamar mandi lengkap dengan kakus dan peralatan mandi yang lengkap seperti di hotel-hotel, tempat mandi saya lebih tepatnya adalah pinggiran jalan, ada sebuah saluran pipa bocor, saya seringkali mandi ataupun bermain air disitu, tapi beberapa waktu lalu beberapa bapak-bapak "merusak" tempat mandi saya, sekarang pipa itu tidak mengeluarkan air lagi, saya memaki kepada bapak-bapak itu, anjing dasar tidak tahu kalau mandi itu sebagian dari kesehatan, menutup tempat mandi orang seenaknya, ah sudah lah, toh walaupun saya berteriak-teriak pada bapak-bapak sialan itu sekalipun, tetap saja bapak-bapak itu meleos pergi tanpa menggubris kata-kata saya.

Panas sekali hari ini, sama seperti hari kemarin-kemarin juga, matahari sudah berada tepat di puncak kepala, memancarkan panasnya hingga ke ujung jempol kaki saya, perut saya berbunyi, setiap hari juga berbunyi, saya hanya makan sekali sehari, tapi kalau saya menemukan harta karun di tong sampah, entah itu nasi bungkus yang tidak habis, ataupun sebuah bala-bala yang sudah penuh dengan gigitan, rasa lapar saya ini sedikit terobati, barang beberapa jam lah, tapi sialan orang-orang makin hari makin pelit, bahkan sampah pun mereka tidak rela untuk dibagi dengan orang seperti saya, tiap kali saya mengoreh-ngoreh tempat sampah, pasti hanya bungkus makanannya tidak tersisa isinya, dasar brengsek, aduh saya lapar sekali sekali, saya merogoh saku celana saya, celana pendek kusam, dekil, putih... asalnya warnanya putih tapi sekarang... hitam jijik, saya mengeluarkan pendapatan saya hari ini, cuma beberapa keping logam saja, saya hitung hanya ada 700 perak, anjing saya pikir, padahal setiap kali ada abang-abang preman yang suka malakin, saya selalu berhasil tunggang langgang kabur, dasar itu preman-preman sialan, bocah seperti saya doyan sekali dipalakin, saya mau makan apa setan, tapi kata-kata itu cukup ada di hati saya saja, kalau kata-kata itu keluar di depan muka preman-preman sialan itu, habislah saya dihajarnya, pelipis saya yang sobek pun belum sembuh total hasil dari tempo hari saya dipukuli preman-preman itu.

Padahal saya sudah mengamen lebih rajin dari anak-anak sekolahan, saya sudah siap sedia dari jam 6 pagi, tapi kenapa saya hanya dapat uang 700 perak, hampir 6 jam saya berada di jalanan ini, tapi belum cukup menghasilkan, sepertinya enak seperti bapak-bapak yang tempo hari saya lihat di televisi, di sebuah gedung yang besar dengan patung garuda yang besar, kerjaan mereka hanya tidur, tapi kata bang Sholeh yang punya kios rokok di seberang, gaji mereka itu puluhan juta tiap bulannya, apalagi kata bang Sholeh, mereka dapat mobil segala dan rumah juga... gratis kata bang Sholeh dengan penuh amarah, enak sekali kata saya, memangnya kerjaanya mereka apa sih bang, saya bertanya ke bang Sholeh, kerjaannya mereka katanya sih mikirin permasalahan rakyat, mereka itu kan wakil-wakil rakyat, tampat menampung inspirasi-inspirasi rakyat, begitu bang Sholeh menuturkan, lalu saya bertanya lagi ke bang Sholeh, inspirasi itu apa bang?, inspirasi... ya inspirasi lah, iya apa bang?, apa ya... pokoknya begitulah jang, maneh loba nanya pisan, kayak yang ngerti sajalah, ah dasar. Penjelasan bang Sholeh masih menjadi pertanyaan buat saya, bukan tentang soal inspirasi sialan itu, tapi tentang pekerjaan bapak-bapak itu, pekerjaan macam apa yang kerjaannya tidur tapi dapat duit puluhan juta, beda sekali dengan saya, kerja lebih dari 12 jam tapi palingan cuma dapat 5000 perak, itupun kalau lagi beruntung. Anjing.

*sebuah sequence dari film pendek saya yang tidak jadi-jadi, brengsek.