Minggu, 21 Maret 2010

Beginilah Nasib Si Miskin

Saya memandangi paras muka saya terpantul di kaca sebuah mobil sedan di depan saya, kaca itu berwarna hitam pekat, tidak terlihat sosok manusia yang mengendarainya, saya tidak peduli, saya terus saja bernyanyi dengan nada yang saya buat seriang mungkin, dengan tempo yang acak-acakan dan suara saya yang sedikit parau, saya pikir saya bukan bernyanyi tetapi berkoak-koak mirip seperti burung gagak, dengan dibantu sedikit alunan musik dari tamborin yang saya buat dari besi tutup botol minuman, dan sebatang kayu, saya bernyanyi lagu-lagu masa kini yang diajarkan oleh teman saya, tidak gratis, saya harus membayar untuk sebuah lagu baru, semakin saya beserta teman-teman yang lain menyanyikan lagu-lagu yang paling baru, semakin banyak pula orang-orang yang memberi kita uang barang hanya receh sekalipun, adil, cukup adil menurut saya. Mobil dengan kaca pekat ini tidak membuka membuka, padahal saya sudah memberi bonus sebuah joged, jarang-jarang saya memberi bonus seperti ini, lampu rambu yang awalnya merah sekarang berubah menjadi hijau, mobil itu melesat tanpa memberi saya receh, setan saya pikir, saya tidak mau berteriak mengumpat pada mobil itu, saya harus menghemat tenaga suara saya untuk bernyanyi di lampu merah berikutnya, saya berjalan ke sisi jalan, keringat terus mengucur di sekujur tubuh dan muka saya, kulit yang sudah sangat terbakar matahari, hitam ditambah dengan noda tanah yang sudah melekat beberapa hari ditubuh saya, lalu saya berpikir kapan terakhir kali saya mandi, saya tidak ingat, tempat saya mandi biasanya, sudah tidak ada airnya lagi, jangan berpikiran itu sebuah kamar mandi lengkap dengan kakus dan peralatan mandi yang lengkap seperti di hotel-hotel, tempat mandi saya lebih tepatnya adalah pinggiran jalan, ada sebuah saluran pipa bocor, saya seringkali mandi ataupun bermain air disitu, tapi beberapa waktu lalu beberapa bapak-bapak "merusak" tempat mandi saya, sekarang pipa itu tidak mengeluarkan air lagi, saya memaki kepada bapak-bapak itu, anjing dasar tidak tahu kalau mandi itu sebagian dari kesehatan, menutup tempat mandi orang seenaknya, ah sudah lah, toh walaupun saya berteriak-teriak pada bapak-bapak sialan itu sekalipun, tetap saja bapak-bapak itu meleos pergi tanpa menggubris kata-kata saya.

Panas sekali hari ini, sama seperti hari kemarin-kemarin juga, matahari sudah berada tepat di puncak kepala, memancarkan panasnya hingga ke ujung jempol kaki saya, perut saya berbunyi, setiap hari juga berbunyi, saya hanya makan sekali sehari, tapi kalau saya menemukan harta karun di tong sampah, entah itu nasi bungkus yang tidak habis, ataupun sebuah bala-bala yang sudah penuh dengan gigitan, rasa lapar saya ini sedikit terobati, barang beberapa jam lah, tapi sialan orang-orang makin hari makin pelit, bahkan sampah pun mereka tidak rela untuk dibagi dengan orang seperti saya, tiap kali saya mengoreh-ngoreh tempat sampah, pasti hanya bungkus makanannya tidak tersisa isinya, dasar brengsek, aduh saya lapar sekali sekali, saya merogoh saku celana saya, celana pendek kusam, dekil, putih... asalnya warnanya putih tapi sekarang... hitam jijik, saya mengeluarkan pendapatan saya hari ini, cuma beberapa keping logam saja, saya hitung hanya ada 700 perak, anjing saya pikir, padahal setiap kali ada abang-abang preman yang suka malakin, saya selalu berhasil tunggang langgang kabur, dasar itu preman-preman sialan, bocah seperti saya doyan sekali dipalakin, saya mau makan apa setan, tapi kata-kata itu cukup ada di hati saya saja, kalau kata-kata itu keluar di depan muka preman-preman sialan itu, habislah saya dihajarnya, pelipis saya yang sobek pun belum sembuh total hasil dari tempo hari saya dipukuli preman-preman itu.

Padahal saya sudah mengamen lebih rajin dari anak-anak sekolahan, saya sudah siap sedia dari jam 6 pagi, tapi kenapa saya hanya dapat uang 700 perak, hampir 6 jam saya berada di jalanan ini, tapi belum cukup menghasilkan, sepertinya enak seperti bapak-bapak yang tempo hari saya lihat di televisi, di sebuah gedung yang besar dengan patung garuda yang besar, kerjaan mereka hanya tidur, tapi kata bang Sholeh yang punya kios rokok di seberang, gaji mereka itu puluhan juta tiap bulannya, apalagi kata bang Sholeh, mereka dapat mobil segala dan rumah juga... gratis kata bang Sholeh dengan penuh amarah, enak sekali kata saya, memangnya kerjaanya mereka apa sih bang, saya bertanya ke bang Sholeh, kerjaannya mereka katanya sih mikirin permasalahan rakyat, mereka itu kan wakil-wakil rakyat, tampat menampung inspirasi-inspirasi rakyat, begitu bang Sholeh menuturkan, lalu saya bertanya lagi ke bang Sholeh, inspirasi itu apa bang?, inspirasi... ya inspirasi lah, iya apa bang?, apa ya... pokoknya begitulah jang, maneh loba nanya pisan, kayak yang ngerti sajalah, ah dasar. Penjelasan bang Sholeh masih menjadi pertanyaan buat saya, bukan tentang soal inspirasi sialan itu, tapi tentang pekerjaan bapak-bapak itu, pekerjaan macam apa yang kerjaannya tidur tapi dapat duit puluhan juta, beda sekali dengan saya, kerja lebih dari 12 jam tapi palingan cuma dapat 5000 perak, itupun kalau lagi beruntung. Anjing.

*sebuah sequence dari film pendek saya yang tidak jadi-jadi, brengsek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar