Jumat, 13 November 2009

Ini Bukan Prosa

Saat bintang bersanding dengan bulan, saat itulah aku memutuskan untuk membawa lari tubuhku ke dalam pekatnya malam. Terengah - engah nafasku terseok - seok seakan - akan inilah nafas terakhirku di bumi, saat terakhir zat oksigen ini berada di paru - paruku. Aku membawa tulisanku ini kedalam metaphora tak terbatas, tak terbelenggu, esensi yang tiada akhir. Kubiarkan mengawang, kubiarkan memekik dalam kebisingannya sendiri yang sunyi, takkan kubiarkan langit membentengi laju akal ini.

Aku pun sebenar - benarnya tidak tahu akan kemana coretan - coretan ini pergi, tak mengarah tujuan, tak menepi daratan. Tapi hasrat ini memuncak, siap memuntahkan isi magma panas yang terlama mengendap membisu. Saat - saat inilah yang aku tunggu dalam kurun waktu tak menentu yang membelenggu, yang memenjarakan imajinasi hanya untuk nasi.

Aku, kamu, mereka, tak akan bisa menghentikan aliran dahsyat intuisi ini, aliran yang memanggil untuk dilihat, untuk didengar, untuk sama - sama dihayati. Tulisan ini tidak mudah untuk dimengerti, tidak mudah untuk dicerna isi dan tujuannya, tapi tulisan ini berelegi murni. Membisik lirih, menyayat hati, dan mengeluarkan air mata, tulisan ini adalah sebuah demontrasi bathin yang berlarut - larut.
Tidak mudah memang, mengeluarkan rasa sakit ini dengan mulus, dengan begitu indahnya nan menyilaukan. Hasrat ini tertambat di ruang antara ribuan kata - kata dan ribuan visual yang menjadikan kalimat. Hikayat dari arti sebuah kesunyian dan keinginan yang besar, yang tiada tara akan sesuatu yang indah.

Catatan : gonggongan angin tak berdaya, sinar malam tak menyapa, ada apakah ini ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar